KONGSINEWS.COM – Warga keturunan Tionghoa Indonesia yang kembali ke China sukses mempromosikan makanan Indonesia di Nanning, ibu kota Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan tepatnya di dalam Zona Pengembangan Ekonomi dan Teknologi Guangxi-ASEAN.
Kampung Warga Tionghoa itu banyak dihuni warga Tionghoa perantauan yang kembali ke China, tanah air leluhur mereka.
Saat ini terdapat sekitar 12 ribu warga Tionghoa perantauan yang kembali dan tinggal di situ mereka berasal dari Indonesia, Vietnam, Thailand, dan negara-negara lain.
Cai Chenghao merupakan pria kelahiran tahun 1980-an yang orang tuanya berasal dari Indonesia.
Karena menguasai bahasa Indonesia dengan sangat baik, Cai pernah bekerja sebagai pemandu wisata dan pedagang.
Pada 2021, Cai memutuskan membuka restoran khas Indonesia di Kampung Warga Tionghoa itu.
Selama lebih dari dua tahun, semakin banyak pelanggan tertarik untuk bersantap di restoran Cai, tidak hanya karena kelezatan makanan Indonesia di sini, tetapi juga berkaitan dengan suasana budaya Indonesia yang dapat dirasakan di restorannya.
Sejak kecil, Cai sudah mulai belajar membuat masakan Indonesia dari orang tuanya.
Baca Juga:
Ajang Konferensi Nasional PKM CSR Award 2024, PT Gunbuster Nickel Industry Berhasil Raih Penghargaan
Puluhan Perguruan Tinggi Indonesia Teken Kerja Sama dengan Sejumlah Perusahaan Asal Tiongkok
Seiring berjalannya waktu dan orang tuanya memasuki usia senja, Cai dan istrinya, Lin Qiuqi, merasa bahwa penting untuk meneruskan dan mengembangkan teknik membuat masakan Indonesia yang dimilikinya.
“Orang tua saya sering membuat kue-kue khas Indonesia, jika kami sebagai generasi muda tidak mewarisi dan mengembangkan tekniknya, di masa mendatang warga di sini akan kesulitan menemukan kelezatan makanan Indonesia yang sesungguhnya,” ungkap Cai.
Selama pandemi COVID-19, otoritas setempat meluncurkan sejumlah kebijakan pendukung, termasuk membebaskan uang sewa selama dua tahun bagi para pengusaha yang menjalankan bisnis di Kampung Warga Tionghoa itu.
Hal tersebut memberikan dorongan besar bagi Cai untuk mengembangkan bisnisnya.
Baca Juga:
Soal Keputusan PP Muhammadiyah yang Terima Pengelolaan Tambang dari Pemerintah, PAN Beri Tanggapan
Setelah membuat perencanaan yang teliti, Cai mengganti nama restorannya dengan sebutan “Papa Indo” dan menyesuaikan dekorasi restorannya menjadi bergaya Indonesia.
Foto ayah Cai dianimasikan menjadi logo restoran itu karena dalam sudut pandang Cai, ayahnya merupakan pencinta setia makanan Indonesia serta memiliki standar tinggi dan persyaratan ketat terhadap teknik memasak makanan Indonesia.
“Apa yang ingin kami sampaikan kepada pelanggan adalah, kami sudah menyantap masakan Indonesia sejak kecil dan keluarga saya pandai memasak hidangan khas Indonesia.”
“Jadi, Anda tentu saja dapat menikmati kelezatan khas Indonesia di restoran ini,” ujar Cai.
Dari awalnya sepi hingga kini ramai, bahkan reservasi kursi kerap kali penuh, Cai konsisten menjaga orisinalitas kekhasan Indonesia dan memasak setiap porsi makanan dengan cermat sehingga restorannya semakin diakui pelanggan.
Cai dan Lin sudah sibuk sejak dini hari untuk menyambut puncak kedatangan konsumen pada siang hari, khususnya pada akhir pekan, saat restorannya dipadati pelanggan dan pasangan ini harus bekerja hingga larut malam.
Setelah menikmati makanan yang lezat di restoran itu, sejumlah besar pelanggan akan memesan kue-kue khas Indonesia buatan Cai untuk dibungkus.
Selama beberapa tahun terakhir, kue-kue khas Indonesia yang diproduksi di Kampung Warga Tionghoa ini, termasuk kue buatan Cai, menjadi populer di sini, bahkan di beberapa kota lain di China.
Karena pesanannya terlalu banyak, Cai membatasi jumlah kue yang dijual setiap harinya. Biasanya pada siang hari, kue-kue yang dibuat oleh restoran Cai sejak dini hari, sudah habis terjual.
“Setiap kali saya datang kemari, saya pasti membeli bermacam-macam kue khas Indonesia untuk dibagikan kepada teman-teman saya, sehingga mereka dapat merasakan kelezatan makanan Indonesia, sungguh mantap!” tutur Huang Xiaomei, warga Nanning yang sudah menjadi “pelanggan reguler” di restoran Cai.
“Khususnya pada hari-hari raya, pasokan kami sulit memenuhi permintaan yang besar untuk kue kami.”
“Pada Tahun Baru Imlek, kami menyiapkan kue-kue itu hampir sebulan lebih awal dan seluruh keluarga saya ikut membuatnya,” ujar Cai.
Ia mengungkapkan, banyak pelanggan dari provinsi lain yang memesan dan dikirim melalui perusahaan ekspedisi.
Untuk menjaga orisinalitas makanannya, Cai selalu konsisten menggunakan bahan-bahan asli dari Indonesia. Cai mengungkapkan dengan adanya belanja daring dan perdagangan lintas perbatasan yang cukup mudah, dia dapat membeli bahan-bahan tersebut tanpa perlu pergi ke Indonesia atau Hong Kong seperti beberapa tahun lalu.
“Ekonomi sedang pulih, restoran kami pun semakin ramai, kehidupan kita akan menjadi lebih sejahtera.”
Sebagai pewaris teknik pembuatan kue khas Indonesia, Cai merasa sangat gembira melihat semakin banyak pelanggan mencicipi makanan buatannya dan menantikan lebih banyak pelanggan akan datang.
“Makanan Indonesia dapat disukai pelanggan kami dan semakin banyak pelanggan baru menjadi ‘pelanggan reguler’, ini menjadi hal yang paling memuaskan bagi kami,” kata Cai.***